*KAJIAN KITAB AL-HIKAM NO.67*
_Disyarahkan Oleh:_
*Asy-Syaikh Al-Habib Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Husaini*
*MENYINGKAP RAHASIA KASYAF, BASHIRAH, QOLBU*
Asy-Syaikh Al-Imam Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari dalam Kitab Al-Hikam Pasal 67, beliau menulis:
النُّورُ لهُ الكشفُ والبَصِيرَة ُلهُ الحكمُ والقـَلبُ لهُ الاِقباَلُ والاَدْبارُ
_"Nur yang diberikan Allah di dalam hati itu bisa membuka arti sesuatu yang samar/rahasia (Kasyaf). dan Bashiroh [mata hati] bisa menentukan hukum sesuatu sesuai apa yang dilihatnya, sedangkan Qolbu yang melaksanakan atau meninggalkan sesuatu sesuai apa yang telah dilihat oleh bashiroh”_
*PENJELASAN (SYARAH)*
*Kasyaf* menurut bahasa artinya terbuka atau tidak tertutup.
Kasyf merupakan istilah paling luas bagi terbukanya hijab (tabir) rahasia mistik.
Tingkatan Kasyaf ini secara umum dapat dikelompokkan kedalam tiga tingkatan:
*1. Mujahadah*. Pada tingkatan ini akal manusia dikendalikan oleh bukti obyektif kebendaan (Burhan). Oleh karena itu tingkatan ini dapat mencapai ‘ilm al-yaqin yang masih dalam ruang lingkup pemikiran rasional.
*2. Mukasyafah*. Pada tingkatan ini manusia mampu menerima pengetahuan berdasarkan eksplansi (pencarian penjelasan, bayan). Orang yang mencapai taraf ini akan dapat mencapai ‘ain al-yaqin, yakni pandangan kebenaran obyektif yang mengacu pada kebenaran yang mungkin.
*3. Musyahadah*. Tingkatan ini adalah pengalaman pribadi manusia (Makrifat) yang langsung bisa menyaksikan sesuatu hal. Pengalaman pribadi ini merujuk pada pengalaman mistik berkat kedekatannya kepada Allah, sehingga dapat terbuka baginya, pengetahuan haqq al-yaqin. Yang terakhir ini adalah bayangan langsung tuhan dan acapkali di sebut dengan al-mu’aiyana.
Untuk mencapai kebahagiaan sejati dalam kasyf, terlebih dahulu komponen-kompenen rohani manusia harus mampu menyimpan hal yang ihwal yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan sejati itu.
Jika keseluruhan komponen rohani itu telah mampu menyimpan Islam, Iman, Makrifat, dan Tauhid, maka manusia baru akan sampai pada tingkatan kasyf, sehingga terbuka hijab yang menyelubungi rahasia hati nurani dan rahasia Ilahi.
Komponen-komponen rohani yang dimaksud adalah: sadr atau dada, yakni islam (QS. 39:22) qalb (kalbu) atau hati, merupakan tempat bersemayamnya iman. (QS. 49:7, QS.16:106); fu’ad atau hati. Yakni makrifat (QS.53:11) dan lubb (jamaknya albab) atau lubuk hati yang paling dalam merupakan tempat bersemayamya tauhid. (QS. 3:190). Para Sufi seringkali menambah unsur sir, yakni getaran jiwa yang paling dalam tempat petunjuk ilahi itu dialami. Apabila seluruh unsur rohaniyah itu tersebut bekerja, dan mampu menampung ihwal-ihwal di atas, maka akan terciptalah kasf. Yang diharapkan.
Imam Ja’far As-Sadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad bin Imam Al-Husain bin Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah mengatakan bahwa ‘aql (pemikiran rasional) merupakan rintangan antara nafsu dan kalbu. Kedua komponen ini merupakan batas yang tidak bisa di lampaui (QS.55:20) agar gelapnya insting-insting yang lebih rendah tidak mengancam kesucian hati manusia.
Masing-masing pisah rohaniah tadi mempunyai fungsinya sendiri-sendiri yang mesti saling melengkapi menuju kesucian jiwa dan kesucian rohani untuk sampai terbuka hijab rahasia yang menyelubungi rahasia hati nurani manusia dan rahasia Ilahi.
Menurut Asy-Syaikh Al-Imam Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari, _“Kasyf (penyingkapan tabir) akan menjadi benar-benar sempurna jika tumbuh berkembang dari sikap istiqamah, karena penyingkapan biasanya di hasilkan oleh orang yang dapat menahan lapar dan ahli khalwat jika tak ada sikap istiqamah maka penyingkapan itu akan seperti ahli sihir, orang-orang Nasrani dan orang-orang ahli bersenang-senang lainnya”._
Kasyaf atau penyingkapan bagi para Sufi sesungguhnya di anggap sebagai rintangan perjalanan yang terkadang nampak kepada sang murid (pengikut jalan ruhani) di tengah-tengah perjalanan spiritualnya. Akan tetapi sang murid janganlah menuju memfokuskan perhatian kepadanya, karena penyingkapan itu bukanlah tujuan dalam tariqat dan akhirat pun tidak ada pahalanya.
Berdasarkan terminologi tradisional kasyf dikelompokkan menjadi empat tingkatan yakni:
*1. Al-Kasf Al-Kauni*, adalah terbukanya rahasia atas unsur-unsur yang diciptakan. Tingkatan ini merupakan akibat perbuatan-perbuatan saleh dan kesucian roh yang lebih rendah. Pengalaman ini menjelma kedalam mimpi-mimpi dan kewaskitaan (kewaspadaan).
*2. Al-Kasf Al-Ilahi*. adalah terbukanya rahasia ketuhanan, yang merupakan buah dari ibadah manusia yang terus menerus dan pembersihan hati sampai benar-benar bersih, suci dan cemerlang. Hal ini merupakan hasil dari perilaku perjalanan roh dalam zikir yang mendalam, sehingga ia dapat melihat rahasia hal-hal yang tersembunyi dan bahkan mampu memahami pikiran-pikiran yang tersembunyi.
*3. Al-Kasf Al-‘Aqli*, adalah terbukanya rahasia oleh akal pikiran, yang merupakan pengetahuan intuitif (ilham) paling rendah. Hal ini akan dapat di capai dengan membersihkan perilaku yang tercela yang dialami “ahli batin” dan dapat juga oleh para filusuf (yang pada umunya ahli olah batin).
*4. Al-Kasyf al-Imani* adalah terbukanya rahasia melalui kepercayaan. Tingkatan ini merupakan buah dari iman yang sempurna setelah manusia berusaha mendekati kesempurnaan-kesempurnaan kenabian.
*Bashirah* adalah istilah teknis agama untuk "mata hati" yang memiliki fungsi spesifik.
Di dalam Al-Quran terdapat banyak kata tentang "bashirah", misalkan dalam Surah Al-Israa' [17]: 72 dikatakan, _"Dan barangsiapa yang buta (a'maa) di dunia, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta dan lebih tersesat jalannya"_. Atau dalam ayat lain disebutkan:
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
_Allah telah mengunci-mati qalb-qalb mereka dan telinga-telinga mereka, dan bashirah-basirah mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat._ —Q.S. Al-Baqarah [2]: 6.
Meski seseorang bisa melihat hingga ke ujung dunia atau dapat menembus langit yang tujuh, namun bila masih bingung dengan kehidupan, maka itu sebuah penanda bahwa bashirah kita masih tertutup.
Karena bashirah itu bukan untuk melihat hal-hal di luar diri, tetapi untuk melihat kebenaran hakikat.
Bashirah adalah untuk melihat Al-Haqq dalam segala sesuatu, dalam segenap ufuk dan dalam dirinya. Sebagaimana firman-Nya:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
_Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap ufuk dan pada nafs-nafs mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa semua itu adalah Al-Haqq. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?_ (Q.S. Fushshilat [41]: 53)
Qolbu bukanlah hati secara fisik. Melainkan qolbu adalah sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, nafsu, dan akal yang sifatnya ghaib.
Qolbu bukanlah potongan daging yang berada di dada sebelah kiri.
Sebenarnya yang digambarkan orang-orang mengenai hati itu adalah jantung bukan hati. Dan yang dikatakan mengenai hati tidak seperti yang diperkirakan banyak orang.
Kalau di Pasar Arab Timur Tengah, orang mau beli hati hewan itu juga tidak bisa pakai istilah qolbu tetapi qibdah.
Maka qolbu itu bukan potongan daging itu yang dimaksud. Sebab hati yang bisa dilihat itu berasal dari alam syahadah (bisa disaksikan), padahal qolbu itu sifatnya ghaib. Hanya dia sendiri dan Allah yang tahu kondisi qolbu seseorang.
Adapun hakikat hati adalah bukan dari alam syahadah. Tetapi hanya ada di alam ghaib. Jadi bukan jantung atau hati secara fisik, tetapi memang hakikat hati (qolbu) itu sesungguhnya ghaib.
Meski begitu, dalam diri manusia qolbu ini tetap butuh sandaran. Ia melekat pada hati yang secara fisik bisa dilihat itu.
Maka dikatakan dalam hadits ada salah satu bagian tubuh manusia yang jika baik maka seluruhnya baik dan jika rusak maka rusaklah seluruhnya.
Qolbu itu bukan dari alam syahadah tetapi dari alam ghaib. Ia bersandar pada hati secara fisik itu, tetapi bukan yang kelihatan itu.
Dan qolbu itu adalah raja, ia bisa mengenali Allah, dan sifat-sifat keindahan alam semesta ini dikenali oleh qolbu.
Qolbu ini hanya diberikan kepada manusia. Maka sejatinya yang dihukum sebab dosa itu pertama kali hati (qolbu), maka termasuk yang menjadi bagian dari qolbu adalah akal.
Taklif atau akal itu berada dalam qolbu. Dengan qalbu manusia merasa sedih, perihatin, susah itu tempatnya di qolbu. Begitu juga yang manusia rasakan seperti bahagia sampai lupa diri itu juga sebab ada qolbu.
Orang yang hilang nyawanya, hilang juga hatinya. Maka wajib bagi manusia untuk sungguh-sungguh dalam mengenal qolbu.
Sebab qolbu menurut Imam Atho'illah As-Sakandari adalah inti yang mulia dari jenisnya inti malaikat. Maka kadang (qolbu) ini disebut hati nurani karena bentuknya cahaya, bukan bersifat fisik atau jasad.
*KESIMPULAN*
_*Nur Ilahi itu bisa membuka perkara yang samar dan rahasia seperti baiknya taat dan hinanya maksiat, rahasianya qodar dan lain-lain. dan bashiroh itu juga mempunyai hukum yakni bisa melihat seperti hal tersebut. lalu kedua kasyaf itu terkadang kurang sempurna, sehingga hamba yang dikaruniai kasyaf tersebut tidak boleh mengerjakan dan menceritakan hal-hal tersebut sebelum meminta fatwa pada hatinya.*_
*REFERENSI*
_Asy-Syaikh Al-Imam Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari, Kitab Al-Hikam, Pasal 67_