Minggu, 01 Juli 2018

MAQOM & KAROMAH HABIB SHOLEH TANGGUL

Maqam dan Karomah Habib Sholeh Tanggul

Posted by redaksi

Kedudukan Habib Sholeh bin Muhsin al-Hamid sangatlah agung beliau telah mencapai tingkatan Qutub, yang mana para pembesar Auliya’ di zamanya telah mengakui bahwa beliau adalah seorang Qutub dan sebagai raja lebah di masanya, serta sebagai pemimpin dan pemuka bagi mereka yang satu kurun denganya. Sebagaimana Al Habib Albarokah Adda’i Illallah Ali Bin Abdurrahman Ahabsyi bahwa beliau tidak berucap dan tidak berbuat sesuatu kecuali atas persetujuan Al Habib Sholeh, beliau mengatakan “Wahai Habib Saleh engkau adalah orang yang doanya selalu terkabul dan engkau sangat dicintai oleh Tuhanmu dan segala permohonanmu selalu dikabulkan.”

Di sisi lain Al Habib Hamid juga pernah berkata kepada beliau “Wahai Habib Sholeh, jika engkau memohon kepada Tuhanmu ia selalu mengabulkannya dengan segera”, maka Habib Saleh menjawab  “Bagaimana tidak sedangkan aku belum pernah melakukan hal yang membuat-Nya murka” (tidak pernah melanggar aturan Tuhanya). Habib Hamid berkata kepada penulis manaqib ini bahwa “ini  adalah satu kalimat yang agung yang tidak akan diucapkan kecuali oleh orang yang benar-benar memiliki keakraban dan kedekatan dengan Penciptanya”.

Adapun Alhabib Ja’far telah berkata kepadanya: bahwa telah datang kepadamu sesuatu yang wahbiy (Pemberian dari langit) bukan kasbiy (Seuatu yang diupayakan dengan sebuah usaha) dan aku telah mendengar (kata penulis manaqib) ucapan dari seorang imam dan seorang panutan yang mulia Alhabib Abdulqadir bin Ahmad bin Abdurrahman Assegaf ketika sedang berkata berkumpul bersama beliau ; “Sesungguhnya Habib Sholeh ini adalah seorang habib yang sangat agung kedudukannya dan amat tinggi martabatnya, beruntunglah kalian bersama dengannya sesungguhnya walaupun beliau berada ditengah-tengah kalian dengan jasadnya yang dzahir tapi sebenarnya beliau tidak bersama dengan kalian karena hatinya telah terikat dengan tali cinta pada Tuhannya dan telah tertambat pada pintu Arasynya”.

Apa yang dikatakan  oleh Habib Abdulqadir ini persis dengan apa yang telah ucapkan oleh beliau ketika bertabajjuh dalam dua bait qasidahnya:

Hati dan Ruhku selalu terikat di pintu Arasy

Dan aku punya prasangka yang baik pada Tuhanku

Berkata pula Habib Abdulqadir bahwa: “Al Habib Sholeh adalah orang yang doanya selalu terkabul dan orang yang sangat dicintai dan di segani”.

Penulis manaqib ini  juga menceritakan bahwa salah seorang yang saleh telah menceritakan kepadanya bahwa  “ia pernah bermimpi melihat Habib Sholeh sedang duduk di suatu tempat dan ditangan kanannya beliau memegang tiang dari nur yang sinarnya berkilauan sampai ke langit lalu terdengar ucapan “Sesungguhnya Habib Sholeh ini adalah orang yang mujabud-Da’wah” (doanya selalu mendapat ijabah). Aku juga pernah  mendengar beliau berkata ketika seseorang meminta doa darinya beliau menjawab “Doaku dapat mendahului kilat yang menyambar”

Adapun Karamah yang sangat luar biasa telah tampak dengan jelas dan amat termasyhur bagaikan pancaran surya di siang hari. Karamahnya tak terhitung dan tak terbilang hingga terlalu banyak untuk diceritakan. Namun sejarah telah membuktikan kepada kita dan orang-orang yang hidup di zamannya, yang telah melihat, mendengar, mengetahui dan menyaksikan kemasyhuran beliau yang tersebar hingga keseluruh belahan bumi Allah yang agung ini. Manusia dari berbagai Negarapun berkunjung dan mendatangi beliau seperti dari Amerika, Belanda Afrika, Cina, Saudi – Arabia, Singapura, Malasyia dan lain-lainnya. Mereka datang berharap mendapatkan berkah serta untuk memohon doa – doanya. Dan tiada seorang pun bertawassul kepada beliau melainkan telah tercapai segala hajat dan mendapatkan apa yang diinginkannya.

Beliau sangat memuliakan dan menghormati orang-orang yang berilmu dan berkedudukan mulia,  beliau juga memiliki “ta’alluq”  (ketergantungan hati) yang sangat sempurna dengan para leluhur dan para salafnya yang mulia. Beliau juga adalah salah seorang yang mendapatkan perhatian  khusus dari para leluhurnya yang mulia. Mereka menampakkan diri kepada beliau baik secara terang-terangan atau pun secara rahasia ketika keadaan terjaga ataupun dalam tidurnya. Hal ini sebagai mana yang diungkapkan beliau dalam qasidahnya, : “Aku saksikan mereka dalam waktu terjaga dan dalam mimpi- Beruntunglah orang-orang yang benar-benar  yaqin”.

Akhlaq Beliau RA

Adapun Akhlaqnya adalah akhlaq Nabawiyah sebagai mana Akhlaq kakek beliau MUHAMMAD SAW. Beliau sangat kasih dan penyayang utamanya terhadap fakir miskin, para janda dan yatim piatu.  Beliau senantiasa mengurusi segala kebutuhan mereka, dan beberapa anak yatim yang dipeliharanya diperlakukan seperti anak beliau sendiri. Beliau juga selalu memperingatkan mereka yang dirumah agar jangan sekali-kali membentak atau memarahi mereka! dan barang siapa menggangu atau menyakiti mereka maka akan merasakan sendiri akibatnya.

Sesungguhnya beliau  telah menyandang akhlaq yang sangat terpuji dan sifat yang amat luhur, murah senyum selalu bersikap santun kepada setiap orang, dan selalu menampakkan keceriaan pada mereka.

Siapapun yang duduk dan berteman dengan beliau pasti akan merasakan sebagai orang yang paling dekat dan paling dicintainya. Ringkasnya Akhlaqnya adalah sebagai mana yang digambarkan oleh Al Habib Ali Alhabsyi dan Addiba’i ketika menggambarkan Akhlaq Rasulullah SAW sebagai manusia yang paling baik jasmani dan budi pekertinya, dan orang pertama yang menyandang Akhlaqul Karimah, serta yang paling luas sifat bijaksana dan lemah lembutnya terhadap orang-orang mukmin. Seorang yang baik dan penuh kasih sayang , tidak berucap atau berbuat kecuali yang baik, sifatnya adalah pemaaf, selalu memberikan nasehat yang baik kepada setiap orang, selalu bermurah dalam kebaikan, memaafkan segala kesalahan jika menyangkut urusan pribadinya namun akan sangat marah jika Haq Allah dilanggar atau dipermainkan. jika seorang miskin mengundangnya ia akan memenuhi panggilan itu dengan segera, sangat kasih terhadap yatim piatu dan para janda yang kekurangan.

Sesungguhnya semua Akhlaq yang telah tersebut di atas telah melekat dan mendarah daging pada dirinya, dan Alhabib ini merupakan perumpamaan yang sempurna didalamnya maka wajiblah bagi kita untuk mencontoh segala perilaku yang terpuji ini walaupun hanya sebagian kecilnya, Amalkanlah ilmu walaupun hanya sepersepuluh seperti dalam mengeluarkan zakat- maka engkau akan keluar dengan Nur ilmu dari gelapnya kebodohan.

Kedermawanan beliau RA

Ibarat lautan yang tak bertepi, beliau adalah orang yang selalu bermurah tangan, belum pernah menolak seorang pun yang meminta-minta walaupun hanya dengan memberi salah satu dari kedua pakaiannya. Sebagai mana ungkapan seorang ulama’ : “Seandainya ia tak memiliki apapun kecuali ruhnya – maka ia pun akan menyerahkanya kepada yang memintanya”.

Rumahnya selalu terbuka untuk para tamu dan orang-orang asing yang berkunjung kepadanya. Beliau sangat memuliakan mereka bahkan dipersiapkan beberapa orang yang khusus melayani tamunya. Banyak sekali orang yang berbondong-bondong datang kepada beliau dari berbagai daerah dan kalangan, mulai dari para pejabat sampai para fakir miskin. Bahkan juga orang-orang yang saleh sampai orang-orang yang fasiq. Namun beliau selalu menyamaratakan kedudukan mereka disisinya, dan belum pernah mengutamakan yang kaya atau meremehkan yang miskin.

Dibalik semua kemuliaannya ini Beliau adalah orang yang sangat “tawadhu” (merendahkan diri) tidak pernah merasa dirinya sebagai orang yang patut untuk diistimewakan, makan seadanya dan berpakaian juga seadanya, belum pernah mengucapkan kata “tidak” jika seseorang meminta pertolongannya. Hal ini adalah merupakan warisan Akhlaq kakeknya yaitu Imam Ali Zainal Abidin RA, yang tidak pernah mengucapkan “tidak” kecuali dalam tasyahhud. (Ketika mengucapkan Tidak ada tuhan selain Allah)

Senantiasa meminta ma’af kepada orang-orang disekitarnya, bahkan kepada putra-putra dan cucu- cucunya. seperti kata pepatah “ibarat air hujan yang membasahi si kecil dan si besar”. Salah satu tradisinya, selain berbuat baik adalah memperbaiki hubungan kedua belah pihak yang sedang bercekcok, antara suami isteri maupun dua saudara yang telah bermusuhan.

Selalu melapangkan dada orang-orang yang kesusahan  atau yang sedang terlibat hutang piutang. Jika beliau melihat ada seorang gadis atau jejaka yang belum kawin maka dengan segera mencarikannya pasangan hidup, dengan terlebih dahulu menawarkan calon istri atau suami, dan apabila ada kecocokan antara keduanya maka segeralah dinikahkannya.  Bahkan tak jarang beliau membantu  biaya perkawinannya,  terkadang meminta seseorang untuk membantu jika memang di butuhkan.

Tidak jarang dalam waktu yang hanya sehari Habib Sholeh telah merukunkan dan mendamaikan dua atau tiga orang yang bermusuhan.  Beliau adalah orang yang sangat dicintai berbagai kalangan, termasuk oleh para pejabat dan orang-orang yang berkedudukan. Mereka selalu berkonsutasi dan bermusyawarah dengannya.

Beliaulah orang yang memberi spirit atas dibangunnya Rumah Sakit Islam di Surabaya, sehingga beliau diminta untuk meletakkan batu pertama saat dimulai pembangunannya, dan pada akhirnya diangkat sebagai kepala penasehat Rumah Sakit. Beliau juga diangkat sebagai ketua ta’mir Masjid Jami’ yang didirikan di kota Jember,  yang pembangunannya juga telah sempurna dalam waktu yang singkat berkah doa dan keikutsertaannya dalam peletakan batu pertama. Alhabib Sholeh sering kali menjadi peletak batu pertama dalam proyek-proyek pembangunan tempat- tempat kegamaan seraya dimohon doa dan bekahnya untuk hal-hal tersebut.

Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid dilahirkan di Korbah, Ba Karman (Wadi Amd) Hadramaut pada tahun 1313 H. Ayahnya adalah Alhabib Muhsin Bin Ahmad yang   terkenal dengan sebutan Al Bakriy- Al Hamid, adalah salah seorang sholihin dan seorang wali yang arif juga sangat dicintai dan disegani oleh masyarakatnya. Banyak sekali dari mereka yang datang kepada beliau untuk bertawassul dan memohon doa guna tercapainya segala hajat mereka. Sedangkan ibunda beliau seorang wanita sholihah yaitu Aisyah dari keluarga Al Abud Ba Umar dari masyayikh Al Amudi.

Alhabib Sholeh mulai mempelajari kitab suci Al-Qur’an kepada seorang guru yang bernama Said Ba mudhij, di Wadi Amd yang juga dikenal sebagai orang yang shaleh, yang tiada henti-hentinya berdzikir kepada Allah SWT. Sedangkan  Ilmu Fiqih dan Tasawuf beliau pelajari dari ayahnya sendiri Al Habib Muhsin Al Hamid.

Pada usianya 26 tahun yaitu pada bulan ke enam th 1921M, dengan ditemani Assyaikh Al Fadil Assoleh Salim bin Ahmad Al Askariy, Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut menuju Indonesia. Mereka berdua singgah di Jakarta untuk beberapa saat,  kemudian menuju ke Lumajang di kediaman sepupu beliau Alhabib Muhsin bin Abdullah Alhamid, salah seorang panutan para saadah atau masyarakat Lumajang dan sekitarnya.

Beliau menetap di Lumajang untuk beberapa lama, kemudian pindah ke Tanggul dan akhirnya menetap di sana hingga akhir hayatnya. Pada suatu saat beliau melakukan uzlah (mengasingkan diri dari manusia) selama lebih dari tiga tahun berada di dalam kholwahnya, selama itu pula beliau tidak menemui seorang manusia dan tidak seorang pun menemuinya.

Pada saatnya guru besar beliau yang juga panutan orang – orang mulia Al Imam Alqutub Alhabib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf,  bagaikan permata yang berkilauan  mendatangi Al Habib Soleh. Ketika melihat dalam dirinya telah tampak kesiapan dan kesanggupan untuk membawa amanah dan menyandang Khilafah kenabian serta untuk menebarkan kemanfaatan kepada manusia baik yang khusus maupun yang awam memperkenankannya untuk keluar dari tempat Khalwatnya.

Karena seringnya guru beliau mengunjunginya, sehingga suatu hari beliau mengajak Al Habib Soleh ke rumahnya di Gresik dan menyuruh beliau untuk mandi di jabiyah (kolam mandinya yang khusus). Kemudian sang guru ini  memberikan mandat, dengan memakaikan jubah, imamah dan sorbannya kepada Al Habib Soleh dan memberinya ijazah yang bersifat khusus dan umum.

Diceritakan oleh seorang sahabat terdekat beliau semasa hidupnya Almarhum Al Habib Muhamad Bin Hud Assegaf, yang juga penulis manaqib ini, bahwa ketika manusia berduyun duyun datang kepadanya, Al Habib Sholeh berkata kepadanya: “Wahai anakku ketika didalam Kholwah aku merasakan ketenangan bathin dimana aku banyak membaca Al-Qur’an dan  kitab Dalailul Khoirot yang berisi Sholawat dan salam kepada Sayyidis Sadat SAW aku juga bertemu dengan Rasullulah yang memancarkan sinar dari wajahnya yang mulia”.

Pembangunan Masjid Riadus Sholihin

Pada pertama kalinya beliau membangun Musholla di depan rumahnya  dari hasil jerih payahnya sendiri. Beliau berkata, “Aku telah membangun Mushola ini dari hasil keringatku sendiri, yang sebagiannya aku pergunakan untuk keperluan rumah tanggaku.” Sejak berdiri mushola tersebut telah dimakmurkan dengan kegiatan sholat berjama’ah dan hizib Al-Qur’an antara Maghrib dan Isya’. Beliau juga mengadakan pengajian di Mushola ini, dengan mengajarkan hal-hal yang wajib   dan  yang dilarang oleh agama bagi masyarakat sekitarnya. Setiap selesai sholat berjama’ah Ashar beliau membacakan kitab An Nasaihud Dinniyah karangan Habib Abdullah Alhaddad RA, yang diterangkan dengan menggunakan bahasa sehari-hari mereka yaitu  bahasa Madura, agar apa yang beliau sampaikan dapat dipahami  dengan jelas dan mudah.

Keberadaan Masjid Riyadus Sholihin bermula dari hadiah sebidang tanah dari seorang Muhibbin Almarhum Haji Abdurrasyid kepada Habib Sholeh,  yang kemudian  di wakafkan dan didirikan masjid diatasnya. Kehadiran Masjid tersebut sesuai dengan namanya yang berarti kebun orang-orang yang soleh.

Dan telah datang “bisyaroh”  (kabar gembira) dari kakek beliau yang agung Rasulullah SAW, yang mengisyaratkan ke ridhoannya atas terbangunya masjid tersebut, Melalui lisan seorang wali yang zahid dan abid yaitu Al Habib Husain bin Hadi bin Salim Alhamid RA. Beliau bermimpi ; “Pada suatu hari beliau mengunjungi Alhabib Soleh, ketika sampai di depan rumahnya beliau mendengar seperti suara Habib Soleh dari dalam Masjid, maka beliau segera menuju ke Masjid dan ternyata Habib Soleh berada di dalamnya dengan didampingi oleh seseorang dengan wajah yang amat tampan dan memancarkan cahaya yang begitu sempurna maka Habib Husain berkata dalam dirinya dengan penuh keyakinan bahwa orang tersebut pasti Rasulullah SAW, ketika Habib Husain berada di hadapan mereka maka Habib Soleh memberi isyarat kepadanya agar menyalami orang yang disamping beliau dan ketika Habib Husain hendak menyalaminya orang tersebut justru memberi isyarat agar Habib Husain menyalami Habib Soleh dahulu”.

Hal ini merupakan bukti yang cukup jelas akan keluhuran maqom dan ketinggian martabatnya yang telah mencapai tingkatan Khilafah Al kubro yaitu kesiapan untuk menjadi Kholifah bagi kakek beliau yang agung Muhammad  SAW.

Maka masjid ini menjadi makmur bersinarkan kegiatan Agama seperti sholat berjama’ah dan hizib Al-Qur’an serta pembacaan Ratib Haddad diantara Maghrib dan Isya’. Hingga pada masa empat bulan sebelum meninggalkan dunia ini beliau memerintahkan agar didirikan sholat jum’at.  Dan pada akhir hayatnya jasad beliau pun dimakamkan disamping kiblat Masjid, guna menambah sempurnanya Nur yang telah ditebarkan sebelumnya oleh Rasulullah SAW.

Kemangkatan Beliau RA ke  Rahmatullah SWT

            Ketika senja pada hari Sabtu, tanggal 8 syawal 1396 H beliau telah memilih untuk berjumpa dengan Tuhannya yang Maha Luhur, telah tiba waktu yang suci baginya untuk bersama dengan Rabbnya,  beliau lebih mengutamakan tempat kehidupan yang abadi daripada yang fana’.  Setelah berwudhu’ dan sebelum sempat  melaksanakan  sholat Maghrib beliau terlebih dahulu menyerahkan ruhnya yang suci kehadirat Ilahi Robbiy dalam keadaan ridho dan di ridhoi.

Beliau dikebumikan pada hari Ahad, tanggal  9 syawal, setelah sholat dzuhur, dengan dibanjiri lautan manusia, mereka saling berdesakan dan berebut  untuk membawa keranda jenazah   atau untuk sekedar menyentuh jasad beliau. Begitu banyaknya manusia  yang datang dari berbagai penjuru kota dan daerah untuk ikut mensholati jenazah beliau,  hingga untuk menampung mereka sholat jenazah dilaksanakan tiga kali secara bergilir. Beliau di makamkan disamping qiblat masjid sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas.

Berkata seorang yang mendapat limpahan Asror Robbaniyyah, dan limpahan ilmu laddunniyyah serta luapan anugrah Rahmaniyyah Alhabib Abdulqadir bin ahmad bin Abdurrahman Assegaf dalam surat ta’ziahnya  yang dikirimkan : “Beliau  (Habib Sholeh), telah meninggal pada waktu kita sangat membutuhkan doa dan perhatiannya karena kedekatan hubungan beliau dengan Tuhannya dan karena kesucian Ruhnya. namun Allah telah memilihkan baginya apa-apa yang ada di sisi-Nya dan telah menyediakan kenikmatan yang sempurna baginya bersama dengan pemimpin seluruh manusia yang terdahulu dan terakhir  Muhammad SAW”.

Semoga Allah SWT senantiasa meliputi kita semua dengan Asror dan berkahnya serta Anwar dan nafahatnya. Amin ya robbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar